Monday 3 November 2014

Bromo: Penanjakan 1, Savana, & Pasir Berbisik

Tujuan trip kami yang kedua setelah lumpur Lapindo adalah gunung Bromo. Kami berangkat dari lumpur Lapindo sekitar jam 15.00 WIB dan sampai pom bensin tempat meeting point di Probolinggo sekitar jam 18.00 WIB. Kami beristirahat dan makan di sekitar pom bensin itu. Jeep yang membawa kami ke Bromo menjemput kami sekitar pukul 01.00 WIB pada hari selanjutnya.
Pintu gerbang Penanjakan 1

Perjalanan ke Penanjakan 1 ditempuh dengan jeep selama sekitar 2 jam. Kami sampai disana sekitar pukul 03.00 WIB. Udara sangat dingin. Untuk sampai ke Penanjakan 1 kami perlu berjalan kaki sekitar 15 menit. Saat kami berjalan naik, banyak penjual makanan seperti pisang goreng, pop mie, dan jagung bakar. Selain itu banyak juga penjual souvenir dan perlengkapan lain seperti topi, sarung tangan, masker, dan kaos kaki. Kami juga menjumpai beberapa tempat yang menyewakan jaket tebal dan mantel.
Saat kami sampai diatas, pengunjung sudah berjubel disana. Ada beberapa turis asing yang tidak mau ketinggalan ingin menyaksikan matahari terbit di Bromo pagi itu. Kami menunggu sampai jam 05.00 WIB. Waktu dimana seharusnya matahari mulai muncul. Tapi sayang sekali, ternyata pagi itu kabut terlalu tebal. Matahari tidak juga muncul hingga jam 06.00 WIB. Kami mengambil beberapa gambar dari Penanjakan 1.

Menanti matahari terbit
Hanya semburat cahaya merah 
Kabut terlalu tebal, matahari tetap tidak tampak
Puncak gunung
Sedikit demi sedikit mulai tampak
Sebagian tertutup awan
Asap dari gunung

Setelah turun dari Penanjakan 1 selanjutnya kami dibawa ke Padang Savana. Sebenarnya ada Kawah Bromo juga. Tapi udara terlalu dingin dan kami tidak sanggup berjalan menuju Kawah Bromo. Kami hanya berfoto di area Savana. Setelah beberapa waktu di padang Savana, kami dibawa ke area pasir berbisik. Udara masih terlampau dingin dan kabut masih terlampau tebal. Pemandangan yang kami lihat tidak maksimal, karena kabut membuat jarak pandang kami hanya sekitar 20-50 meter saja. Kami mengambil foto semaksimal yang kami bisa di-shoot. Mudah-mudahan dilain waktu bisa datang ke Bromo lagi, pada hari dan cuaca yang lebih cerah.

Jeep parkir di area yang sudah ditentukan
Banyak polisi yang berjaga-jaga, karena pada waktu itu bertepatan dengan kunjungan mantan Wapres Bpk Budiono
Kuda ini disewakan bagi pengunjung yang hendak pergi ke Kawah Bromo
Savana
Biasa juga disebut Bukit Teletubbies
Masih diselimuti kabut tebal
Jeep yang parkir di Savana
Suasana pasir berbisik
Kabut masih sama tebal, memperpendek jarak pandang
Matahari nampak lamat-lamat
Tampak seperti padang pasir
Ini iring-iringan jeep keluarga mantan Wapres Bpk Budiono

Saturday 1 November 2014

Lumpur Lapindo Sidoarjo

Pada libur lebaran tahun ini, tempat yang menjadi tujuan  wisata kami adalah Bromo. Akan tetapi  salah satu keluarga mengusulkan untuk ke lumpur Lapindo di Sidoarjo. Jadilah kami kesana pada lebaran hari ke-3. Kami naik kereta Malabar dari stasiun Tugu Yogyakarta sampai ke stasiun Kota Lama Malang. Setelah itu kami diantar oleh mobil yang kami sewa ke tujuan pertama kami, yaitu lumpur Lapindo di Sidoarjo

Beberapa poster dan patung yang berbau protes terpampang saat memasuki area lumpur Lapindo
Tangga untuk masuk ke area lumpur Lapindo
Pada waktu kami memasuki area tersebut, kami menjumpai poster-poster yang berisi protes terhadap pemerintah. Banyak penduduk yang kehilangan rumah dan harta bendanya yang kini terendam lumpur. Beberapa diantara mereka ada yang kini berprofesi menjadi tukang ojek di area tersebut untuk mengantar para pengunjung berkeliling area luapan lumpur Lapindo. Salah satu tukang ojek yang dulunya bekerja di pabrik menceritakan bahwa ada 3 pabrik besar yang ikut terendam lumpur. Kini mereka hidup seadanya dengan menjadi tukang ojek. Bahkan ada beberapa penduduk yang harus mengontrak rumah sebagai tempat tinggal.
Monumen Lumpur Lapindo
Gubug tempat tukang ojek mangkal
Beberapa penduduk kini berprofesi sebagai tukang ojek
Banyak wisatawan yang berkunjung
Setiap hari banyak wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri datang ke lumpur Lapindo. Mereka juga memiliki keinginan yang sama untuk menyaksikan secara langsung bagaimana lumpur Lapindo membuat terendam ratusan rumah penduduk, sawah, dan pabrik. Area depan merupakan endapan dari lumpur yang dijadikan tempat untuk menancapkan patung-patung berwarna putih. Patung ini katanya dibuat oleh mahasiswa ISI Yogyakarta. Disebelah kanan endapan tersebut terdapat luapan air lumpur yang mirip seperti danau. Bahkan baunya seperti air laut yang bercampur dengan belerang. Pasang surut air luapan lumpur itu juga mengikuti pasang surut air laut. Terdapat beberapa alat berat disana. Ada alat yang digunakan untuk memisahkan lumpur menjadi endapan dan air. Air yang sudah terpisah dari endapan kemudian dialirkan ke sungai.
Patung yang ditanam pada endapan lumpur Lapindo
Patung sebagai lambang protes ini dibuat oleh mahasiswa ISI Yogyakarta
Luapan air semburan lumpur yang menyerupai lautan
Beberapa peralatan berat untuk menangani luapan lumpur
Sebagian lumpur tersebut dialirkan ke sungai
Bapak ojek tersebut membawa kami mengelilingi danau lumpur tersebut. Kemudian melewati bagian tengah dari lumpur yang sudah kering untuk mendekat pada pusat semburan lumpur. Bagian lumpur yang sudah kering bisa menopang sepeda motor. Tapi kami dilarang menginjak area yang masih basah, karena dikhawatirkan akan ambles. Saat berjalan, kami menjumpai area yang tidak padat saat kami melangkah. Pusat semburan lumpur tersebut mengeluarkan asap. Tampak dari kejauhan asapnya putih mengepul ke langit. Saat kami berada di lokasi terdekat dengan pusat semburan, kami mendapati beberapa simbol ritual agama disana. Ada juga bendera merah putih disana. Suasana tampak sakral. Bapak ojek tersebut menawari kami untuk berfoto di beberapa tempat.
Kalau dilihat secara visual, area lumpur Lapindo ini jadi seperti pantai. Beberapa rekan yang melihat foto-foto kami disana mengira bahwa kami sedang  berada di pantai. Kawasan ini sekarang menjadi ramai pengunjung. Dengan demikian, ini dapat membantu beberapa penduduk yang kehilangan pekerjaannya untuk mencari nafkah. Mudah-mudahan di kemudian hari, ada jalan yang lebih baik bagi penduduk disana.
Lumpur yang sudah kering bisa dilalui sepeda motor
Area yang masih basah tidak boleh diinjak
Banyak pengunjung yang mendekati pusat semburan
Bendera merah putih dan simbol ritual beberapa agama
Asap semburan lumpur tampak di kejauhan
Lumpur mulai mengering
Terlihat seperti padang pasir
Berlatar belakang gunung

Saturday 5 July 2014

Tegal: Pemandian Air Panas Guci & Pantai Purwahamba Indah

Perjalanan ke Tegal ini merupakan acara kantor tempatku bekerja. Kami berangkat hari Sabtu, tanggal 19 Oktober 2013. Pukul 10 malam kami start dari pabrik (Daerah Karangjati, Kab. Semarang) dan sampai di tujuan kami yang pertama, yaitu pemandian air panas Guci pada jam 3 pagi. Kami masih berada di bis sampai terdengar adzan subuh, baru kami mencari masjid untuk melaksanakan sholat subuh. Kami berputar- putar dan malah yang kami temui adalah (seperti monumen) tugu Teh Poci. Kami bertanya kepada penduduk setempat yang kami temui, barulah kami menemukan masjid.

Suasana di bis yang mengantar ke Tegal

Tugu Teh Poci
Saat mengambil air wudhu, ternyata airnya benar-benar panas. Cukup panas untuk menghangatkan tangan dan kaki yang dingin. Setelah sholat subuh berjamaah di masjid, barulah kami menuju pusat pemandian air panas yang ternyata sudah ramai dipenuhi orang. Konon kabarnya air panas ini dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti reumatik, batuk, dan lain-lain.

Air terjun waktu masih pagi 

Air terjun ini sebenarnya dingin, tapi batuan yang ada di samping kiri mengeluarkan hawa panas

Pagi selepas sholat subuh, aliran air panas ini sudah dipenuhi orang

Sekita jam 8 pagi kami neninggalkan pemandian air panas Guci dan menuju pantai Purwahamba Indah. Udara di pantai itu sangat panas. Kami berjalan dan menemukan tempat untuk duduk sekaligus berfoto ria. Hehehe,, pergi tanpa foto-foto ibarat sayur tanpa garam..
Sebenarnya pantai ini cukup luas. Hanya saja kurang terawat. Air lautnya terlihat tidak sejernih pantai di Karimunjawa atau di Indrayanti dekat rumahku. Tapi aku tetap senang bisa piknik di dua tempat ini. Setidaknya menambah wawasan dan membunuh rasa penasaranku pada tempat wisata di daerah berbahasa ngapak ini.

Selamat datang di Taman Wisata Air Panas Guci (Gambar diambil dari dalam bis)

Patung Komodo besar di depan pintu masuk Pantai

Hanya duduk-duduk  di area yang teduh 

Sambil ngemil tentunya

Ada juga yang memilih untuk naik perahu

Ada es kelapa muda, arem-arem, kerupuk, dan tentunya minuman fav-ku teh panas.. :D