Friday 22 July 2011

Kimse Yok Mu

“Kimse Yok Mu”, itulah tulisan yang terpampang dalam sebuah bangunan tiga lantai di pusat kota Istanbul Turkey. Makna tulisan itu ternyata historis.

Ceritanya pada August 17, 1999 di Turkey terjadi gempa bumi berkekuatan 6,1 skala richter. Akibatnya beberapa gedung bertingkat roboh, korban berjatuhan. Seorang nenek yang tua renta tertimbun di reruntuhan bahan bangunan. Syukur ia masih hidup. Tapi tidak seorangpun datang menolongnya. Ia berteriak-teriak “Kimse yok mu…. kimse yok mu… kimse yok mu… ” artinya apakah ada orang disitu. Ternyata nenek itu tidak sendirian. Yang lain pun berteriak sama kimse yok mu… kimse yok mu…. Banyak lembaga bantuan kemanusiaan, tapi tidak semua bekerja cepat dan sesuai dengan hajat korban.

Nenek dan korban-korban lain itu pun diselamatkan oleh LSM dari dalam negeri Turkey sendiri. Stasiun TV Samanyolu turun tangan. Kimse Yok Mu seperti terdengar di seantero Turkey. Negeri yang telah disekulerkan puluhan tahun itu ternyata masih menyisakan prinsip berkhidmah dalam Islam yang besar pahalanya itu.

Tapi kasus nenek-nenek itu bukan pemicu kesadaran berkhidmat. Adalah Fathullah Gulen, seorang guru bangsa, yang memetikkan api khidmah itu. Maka, salah satu program S TV diberi nama “Kimse Yok Mu”. Inilah yang mengilhami berdirinya LSM dan sekaligus mengambil nama dari keluhan nenek itu “Kimse Yok Mu”. Program TV itu semakin hari semakin banyak pemirsanya. Donasi yang diberikan oleh para donator itu diluar dugaan program TV.

Pada tahun 2002 didirikanlah sebuah asosiasi untuk menampung jumlah donator yang semakin meningkat itu. Asosiasi yang kemudian dinamakan Kimse Yok Mu itu pada bulan Maret, 2004 berkembang menjadi organisasi yang bertaraf internasional. Tapi ia bukan organisasi yang menadah bantuan asing. Bukan pulan LSM yang menunggu program Negara Barat untuk liberalisasi. Ini adalah LSM yang murni dari kesadaran umat Islam di Turkey sebagai lembaga batuan kemanusiaan.

Maka ketika tsunami menimpa Indonesia pada tahun 2004, telpun kantor Kimse Yok Mu yang baru berdiri itu tidak pernah berhenti berdering. Umat Islam disana seperti wanti-wanti “anda harus tampil membantu korban”. Perjalanan pertama bantuan kemanusiaan ini disusul setahun kemudian dengan bantuan terhadap gempa bumi di Pakistan.

Dengan kedua pengalaman internasional diatas Kimse Yok Mu semakin memperkuat misi kemanusiaannya. Misinya berturut-turut dikirim ke Palestine-Lebanon, Peru, Bangladesh, Sudan-Darfur, Georgia-Ossetia, Myanmar, China, Gaza and Haiti. Bahkan bukan hanya itu, bantuan kemanusiaan Kimse Yok Mu terkadang berubah menjadi distribusi zakat dan sadaqah di bulan Ramadhan ke 60 negara di dunia.

Dengan 28 cabangnya di berbagai kota di Turkey, di ulang tahunnya yang ke 7 Kimse Yok Mu telah dapat membuat divisi-divisi bantuan. Sekurangnya telah ada 7 kategori yang ditangani seperti bantuan bencana, kesehatan, pendidikan, individu, dan bantuan keluarga miskin Afrika. Dari kategori tersebut bantuan terhadap keluarga bermasalah mengambil porsi terbesar.

Asosiasi Kimse Yok Mu memang bukan model LSM yang membantu lantas pasang nama. Usahanya memakmurkan dunia untuk setiap orang tidak melalui wacana teologis. Tidak terdengar disitu teologi pembebasan a’la Asghar Ali atau teologi anthropomorphis model Hasan Hanafi. Mereka adalah orang-orang Ahlussunnah wal Jama’ah. Tidak anda potongan untuk dituduh teroris atau salafi. Tidak tercium pula bau-bau liberal sekuler yang ekstrim.

Ideologinya hanya satu kata hismat. Organisasinya bermisi hismat. Organisatornya berjiwa hismat. Pekerja lapangannya bermental hismat.

Kimse Yok Mu adalah LSM yang membantu dan karena itu dibantu. Kini ia tidak perlu bergerak di masjid-masjid dengan edaran kotak amal atau berkoar-koar dijalan-jalan meminta belas kasih donatur. Kini ia hanya membuka pintu kantornya lebar-lebar untuk menunggu calon donator dan individu yang berjiwa hismat dan bertanya: “Kami telah membangun jembatan dari kasih sayang bagi dunia. Adakah yang berkata “Iya saya ada disini”. Inilah salah satu karakter Islam yang sebenarnya yaitu rahmatan lil alamin.

~Written by Hamid Fahmy Zarkasyi,, www.insistnet.com~